Jangan Salah Memilih Teman

Oleh: Hasna Najiyyah

Saat ini kita sering mendengar kata toxic friendship, yaitu hubungan pertemanan tidak sehat, yang lebih sering membawa pengaruh buruk terhadap sesama temannya. Toxic friendship ini sangat mungkin terjadi dalam sebuah hubungan pertemanan yang hanya dilandasi oleh status sosial, harta, dan gengsi. Padahal teman yang seperti itu bisa berubah menjadi musuh bagi kita dikemudian hari. Sedangkan pertemanan yang dilandasi value, seperti nilai agama, maka teman tersebut besar kemungkinannya akan senantiasa mengajak kita pada kebaikan dan membantu kita dalam kesulitan.

Berikut ini ada dua kisah nyata yang memperlihatkan bahwa teman yang kita pilih akan berdampak bagi kehidupan kita.

Kisah pertama tentang seorang remaja laki-laki yang tertimpa musibah. Saat itu ia baru saja selesai mengikuti kegiatan kumpul KKN hingga larut malam. Saat perjalanan pulang ke tempat tinggalnya, karena mengantuk remaja tersebut mengalami kecelakaan lalu lintas. Ia menabrak truk yang terparkir dipinggir jalan. Remaja laki-laki tersebut langsung dibantu oleh warga sekitar ke rumah sakit. Malam itu juga teman-teman organisasi remaja tersebut yang dikontak oleh warga yang menyelamatkannya langsung bergegas ke Rumah Sakit. Remaja laki-laki tersebut mengalami cedera berat dan harus segera dioperasi. Biaya operasinya pun tidak sedikit, boleh dibilang besar. Teman-teman organisasinya tanpa diminta mereka bergegas bergotong royong mencari donasi untuk biaya operasinya. Alhamdulillah dalam jangka waktu yang singkat biaya operasinya bisa tercukupi, dan remaja laki-laki tersebut dapat dioperasi dengan baik. Setelah itu, teman-temannya masih terus mendampinginya hingga ia pulih kembali.

Kisah kedua tentang seorang remaja laki-laki yang bergabung dalam sebuah geng di sekolahnya semata untuk mengangkat status sosial di kalangan teman-teman angkatannya. Sayangnya teman-teman yang bergabung dalam geng tersebut adalah mereka yang punya bargaining position di angkatannya tapi bukan yang berperilaku baik. Remaja laki-laki tersebut juga memiliki penyakit psikologis yaitu klepto, penyakit suka mengambil barang milik orang lain. Suatu hari, ketika remaja laki-laki tersebut ketahuan kembali mengambil barang temannya, geng yang selama ini menjadi teman nongkrongnya menghakimi remaja laki-laki tersebut secara fisik. Teman-teman Geng tersebut tidak menasehati secara baik-baik tapi langsung menggebuki temannya sendiri semalaman. Baru keesokan harinya si remaja laki-laki dibawa ke Rumah Sakit. Tapi sungguh malang, ia sudah tidak dapat tertolong, dan tak lama kemudian meninggal dunia. Padahal teman-teman gengnya tersebut dulunya adalah teman nongkrong bareng namun ternyata menjadi teman yang mencelakakan, bahkan tega menghilangkan nyawanya.

Dua cerita tersebut menjadi bukti kuat bahwa kita jangan sampai salah memilih teman. Teman dapat menjadi faktor protektif atau pelindung bagi kita namun bisa jadi pihak yang mencelakai kita. Pilihlah teman yang baik agamanya. Karena mereka yang baik agamanya akan menjadi faktor protektif yang melindungi kita dari melakukan keburukan dan tulus membantu kita ketika kita tertimpa musibah.

اَلرَّجُلُ عَلَى دِيْنِ خَلِيْلِهِ، فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ
“Seseorang bergantung pada agama temannya. Maka hendaknya ia melihat dengan siapa dia berteman.”
Hadits shahih, diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 4833), at-Tirmidzi (no. 2378), Ahmad (II/303, 334) dan al-Hakim (IV/171), dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu

Anak Ada yang Menjadi Musuh dan juga Menjadi Ujian

Oleh: Sukarno

Salah satu kebahagiaan yang dirasa paling sempurna ketika membina rumah tangga adalah memiliki anak disertai dengan ekonomi yang cukup, semua kebutuhan relatif terpenuhi, dan keinginan tercukupi. Dengan keberadaan semua itu, maka rumah tangga terasa lebih lengkap dan lebih indah. Hubungan suami istri pun akan lebih erat dan lebih harmonis. Salah satu tujuan utama dalam pernikahan itu sendiri adalah untuk memperoleh keturunan, agar bisa menjadi ikatan penguat antara suami istri dalam membangun rumah tangga yang sakinah mawaddah wa rahmah.

Selanjutnya suami dengan tugas utamanya mencari nafkah yang bisa mencukupi dan memenuhi kebutuhan keluarganya. Keberadaan anak dan ekonomi yang cukup akan menjadi kebanggaan tersendiri bagi setiap keluarga. Kehadirannya mampu menjadi warna terang dan penenang bagi kehidupan keluarganya, dan itu akan dirasakan oleh setiap orang yang sudah menikah.

Tapi yang menarik, Al-Qur’an menyebutkan bahwa keberadaan anak dan ekonomi (harta) merupakan fitnah. Allah SWT berfirman:
Surat Al-anfal (8) Ayat 28,
“Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar”.

Melalui ayat di atas, Allah mengingatkan kita bahwa sesungguhnya harta dan anak-anak adalah cobaan dari Allah, agar menjadi jelas siapa yang memiliki iman kuat dan yang lemah. Orang yang memiliki iman kuat tidak akan disibukkan oleh harta dan anaknya dari ketaatan Allah. Sedangkan orang yang imannya lemah, harta dan anaknya akan menyibukkannya dari ketaatan Allah.
Allah mendorong orang-orang beriman agar mentaati-Nya setelah Dia memperingatkan mereka dari ujian harta dan keturunan, dengan menyatakan bahwa di sisi-Nya terdapat pahala yang besar bagi orang yang lebih mementingkan ketaatan dan keridhaan-Nya daripada mengumpulkan harta dan kecintaan terhadap anak-anak.

Sedangkan tentang fitnah harta dan anak, dalam Q.S Al-Anfal, Sayyid Quthb menyebutkan korelasinya dengan tema amanah,
”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui”.

Kemudian diperkuat lagi dengan firman Allah berikutnya, yaitu pada Q.S Ali Imran (3) ayat 14. Pada ayat tersebut Allah berfirman,
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga) “.

Diriwayatkan pula oleh Imam Ahmad dari Buraidah, ia berkata, “Suatu ketika Rasulullah SAW berkhutbah, tiba-tiba datang al-Hasan dan al-Husain (yang masih kecil) mengenakan pakaian berwarna merah, keduanya berjalan-jalan yang kadang-kadang terjatuh, maka beliau turun dari mimbar dan mengangkat mereka berdua lalu bersabda: ‘Maha benar Allah dan Rasul-Nya, (Allah SWT berfirman), “Sesungguhnya harta dan anak-anak kalian adalah cobaan”. Saya memandangi kedua anak ini berjalan dan terjatuh, maka saya tidak sabar hingga saya memotong pembicaraan dan mengangkat mereka (karena rasa sayang beliau).”

Diperkuat lagi dengan Q.S Al-Munafiqun (63) ayat 9,
“Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi”.

Inilah yang dimaksud dengan ujian yang Allah SWT, bahwa harta dan anak dapat menyibukkan atau memalingkan dan menjadi penghalang seseorang dari mengingat dan mengerjakan amal taat kepada Allah. Seperti yang digambarkan oleh Allah tentang orang-orang munafik sehingga Dia menghindarkan orang-orang beriman dari kecenderungan seperti itu.

Aisyah ra mengemukakan dalam hadistnya, ketika Rasulullah SAW memeluk seorang bayi, beliau bersabda,
”Sungguh mereka (anak-anak) dapat menjadikan seseorang kikir dan pengecut , dan mereka juga adalah termasuk dari haruman (bau-bauan yang harum) Allah SWT”.

Penguatan lainnya terdapat dalam Q.S At-taubah (91) ayat 85,
“Dan janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki akan mengazab mereka di dunia dengan harta dan anak-anak itu dan agar melayang nyawa mereka, dalam keadaan kafir “.

Dalam tafsir As-Sa’di (Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di), beliau mengatakan bahwa janganlah kamu silau dengan harta dan anak-anak yang Allah berikan kepada mereka di dunia, karena hal itu bukan karena mereka mulia di sisi-Nya, akan tetapi hal itu justru penghinaan dari-Nya untuk mereka.
“Sesungguhnya Allah menghendaki akan mengazab mereka di dunia dengan harta dan anak-anak itu.”
Mereka lelah dalam mendapatkannya, takut kehilangan dan tidak tenang karenanya. Bahkan mereka senantiasa mendapatkan kesulitan dan kesengsaraan karenanya, ia melalaikan mereka dari Allah dan alam akhirat sampai mereka berpindah dari dunia. “Dan agar melayang nyawa mereka dalam keadaan kafir.”

Kecintaan terhadap segala sesuatu telah membinasakan mereka, dan mereka pun mati sementara hati mereka terkait padanya dengan penuh nafsu.

Selanjutnya disebutkan lagi dalam Q.S Ath-Thagabun (64) ayat 14 -15.
“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu. Maka, berhati-hatilah kamu terhadap mereka. Jika kamu memaafkan, menyantuni dan mengampuni (mereka), sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS Ath-Thaghabun, 64: 14)

Allah menjelaskan bahwa ada diantara istri-istri dan anak-anak yang menjadi musuh bagi suami dan orang tuanya yang mencegah mereka berbuat baik dan mendekatkan diri kepada Allah, menghalangi mereka beramal saleh yang berguna bagi akhirat mereka. Bahkan adakalanya menjerumuskan mereka kepada perbuatan maksiat, perbuatan haram yang dilarang oleh agama. Karena rasa cinta dan sayang kepada istri dan anaknya, agar keduanya hidup mewah dan senang, seorang suami atau ayah tidak segan berbuat yang dilarang agama, seperti korupsi dan lainnya.

Oleh karena itu, ia harus berhati-hati, dan sabar menghadapi anak istrinya. Mereka perlu dibimbing, tidak terlalu ditekan, sebaiknya dimaafkan dan tidak dimarahi, tetapi diampuni.

Allah itu Maha Pengampun, lagi Maha Penyayang, sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya,
“Tetapi jika kamu bersabar, itu lebih baik bagimu. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang” (Q.S An-Nisa’ 4: 25).

“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu). Di sisi Allah-lah (ada) pahala yang besar”. (QS Ath-Thaghabun, 64: 15)

Allah mengingatkan bahwa cinta terhadap harta dan anak adalah cobaan. Jika tidak berhati-hati, akan mendatangkan bencana. Tidak sedikit orang, karena cintanya yang berlebihan kepada harta dan anaknya, berani melakukan perbuatan yang melanggar ketentuan agama.

Dalam ayat ini, harta didahulukan dari anak karena ujian dan bencana harta itu lebih besar, sebagaimana firman Allah, “Sekali-kali tidak! Sungguh, manusia itu benar-benar melampaui batas, apabila melihat dirinya serba cukup” (Q.S 96, Al-‘Alaq: 6-7).

Dijelaskan pula dalam sabda Nabi SAW, ”Sesungguhnya bagi tiap-tiap umat ada cobaan dan sesungguhnya cobaan umatku (yang berat) ialah harta.”(Riwayat Ahmad, at-Tirmidhi, ath-thabrani, dan al-hakim, dari Ka’ab bin ‘Iyadh).

Kalau manusia dapat menahan diri, tidak akan berlebihan cintanya kepada harta dan anaknya, jika cintanya kepada Allah lebih besar daripada cintanya kepada yang lain, maka ia akan mendapat pahala yang besar dan berlipat ganda.

Kesimpulan yang dapat ditarik dari firman-firman Allah SWT diatas, bahwa ada enam ayat yang menjelaskan tentang ujian harta dan anak. Hal ini menunjukkan bahwa, pertama harta dan anak merupakan cobaan bagi kita, kedua kecintaan dan keindahan, ketiga dapat menjadi hal yang melalaikan, keempat hal yang menarik hati, kelima ada yang menjadi musuh kemudian disuruh berhati-hati, keenam cobaan dan disisi Allah SWT lebih baik dan dapat pahala yang besar.

Jagalah Sholatmu dan Bersabarlah dalam Mengerjakannya

Oleh: Sinta Susanto Putri

Saudaraku..
Dalam Al-Qur’an surat Thaha ayat 132, Allah swt berfirman:


وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا ۖ لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا ۖ نَحْنُ نَرْزُقُكَ ۗ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَىٰ
Artinya: “Dan perintahkanlah keluargamu mendirikan sholat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.”

Ayat tersebut mengingatkanku pada sebuah nama yang meninggalkan kesan yang sangat mendalam. Muhammad Gali Ibnu Tamam, nama yang bisa jadi terdengar asing di telinga kita, tetapi mungkin mengingatkan kita tentang kisah keluarganya yang pernah viral sekitar pertengahan Maret 2020 yang lalu. Ya, kala itu masyarakat dibuat terharu dengan postingan video di laman Instagram “Kopibian” yang menampilkan sosok keluarga pemulung. Adalah seorang Ibu berserta dua orang anaknya yang biasa berkeliling menggunakan gerobak berisi tumpukan barang bekas. Berbeda dengan anak-anak seusia mereka yang menikmati masa kecilnya dengan bermain, Muhammad dan adiknya yang bernama Zulfa justru harus rela ikut serta kemanapun sang ibu pergi. Berkeliling mencari barang rongsok/bekas yang bisa dijual kembali untuk menghidupi keluarga kecil mereka.

Yang luar biasa, walaupun dalam kondisi yang memprihatinkan tersebut, setiap terdengar kumandang adzan, mereka akan bersegera untuk memenuhi panggilan Rabbnya. Mereka selalu berhenti di masjid terdekat untuk menunaikan sholat wajib yang lima waktu. Dan setiap akan berangkat ke masjid, sang ibu selalu mempersiapkan putranya dengan bersih dan rapi. Ia membersihkan tubuh anak lelakinya itu terlebih walau hanya dengan beberapa botol air yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Tak lupa diberinya wewangian dan bedak, serta rambutnya pun disisir rapi sebelum dipakaikan kopiah. Masya Allah. Begitulah sang ibu menjaga kebersihan dan kerapihan anak laki-lakinya itu setiap kali hendak sholat wajib. Diiringi doa agar anaknya menjadi ahli sholat.

Saudaraku.
Dalam QS Thaha ayat 132 di atas Allah swt memerintahkan agar setiap orang tua mejaga tegaknya sholat dalam diri dan keluarganya. Memang tidak mudah untuk bisa istiqomah mendirikan sholat. Karenanya sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi Ibrahim a.s, beliau selalu berdoa agar diri, keluarga dan keturunannya dijadikan ahli sholat. Itulah yang dilakukan oleh Ibunda Muhammad Gali. Tidak hanya berharap anak tercintanya menjadi ahli sholat, tapi disertai dengan memberikan teladan dan dukungan terbaik.

Dalam penggalan ayat selanjutnya, Allah berfirman:
“..bersabarlah kamu dalam mengerjakannya (sholat).”

Sholat pada hakikatnya adalah sebaik baiknya perintah. Lalu mengapa Allah memerintahkan kita untuk sabar dalam mengerjakannya?
Seringkali seseorang menunda shalat bahkan tidak sholat dengan alasan sibuk bekerja mencari rezeki. Entah sadar atau tidak sepertinya meluangkan waktu sekitar 10 menit untuk bersujud di hadapan Allah (sholat) dianggap sebagai penghalang rezeki. Demi uang yang harus dikumpulkan, mereka tidak merasa rugi meninggalkan sholat. Tetapi lihatlah keluarga Muhammad Gali. Dalam kesehariannya, bisa jadi belum banyak rupiah yang berhasil mereka dapatkan hari itu, bisa jadi perut mereka pun belum terisi dengan makanan yang layak dan mencukupi, bisa jadi lelah begitu menggelayuti raga mereka, tetapi saat terdengar adzan berkumandang mereka bersegera menyambut seruan Allah tersebut. Mereka telah memberikan sebuah contoh luar biasa bahwa perintah Allah adalah diatas segalanya, dan bersabar mengerjakannya adalah hal terbaik yang bisa mereka lakukan.

Hal seperti itu bisa terjadi karena mereka meyakini bahwa Allah-lah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, yang Maha memberi Rezeki kepada semua makhluknya, sebagaimana kelanjutan dari ayat yang telah kita bahas di atas, “Kami tidak meminta rezeki kepadamu, tapi Kamilah yang memberi rezeki kepadamu”.

Masya Allah, ternyata Sholat itu memudahkan dan bukan menyulitkan. Sholat itu membuat menjadi kaya dan tidak memiskinkan. Sholat itu justru membuka pintu rezeki dan bukan menutupnya. Allah swt maha pemberi rezeki. Allah yang dengan segala kemurahan-Nya mendatangkan rezeki dengan berbagai macam sebab. Dan rezeki yang Allah berikan tidak hanya berupa materi, tetapi bisa saja berbentuk nikmat sehat, kebahagiaan, dan hati yang lapang nan tenang.

Kembali kita melihat potret keluarga Muhammad Gali, sedikit pun tidak kita dapati kesedihan di wajah mereka kala itu. Tidak tampak kegundahan tentang kehidupan yang harus mereka jalani, bahkan sebaliknya. Mereka semua terlihat sangat bahagia, bahkan senantiasa mempersiapkan diri dengan pakaian terbaik, hati terbaik, dan wajah terbaik untuk menghadap Sang Penguasa langit dan bumi.

Saudaraku..
Bahkan dalam akhir cerita keluarga Muhammad, orang yang bertemu mereka mengatakan bahwa keluarga ini dengan segala keterbatasannya sangat menjaga izzah dari meminta-minta. Kala itu menunjukkan pukul 19.00 WIB, waktunya makan malam. Banyak orang menawarkan untuk mampir sekedar menikmati segelas minuman atau cemilan. Tetapi mereka menolak. Padahal boleh jadi mereka sedang menahan lapar dan haus. Tetapi Allah tanamkan ketenangan dan ketentraman kepada hati mereka. Di tengah kehidupan yang serba tidak mudah ini, ketenangan hidup adalah sebuah rezeki dari Allah swt yang tidak ternilai harganya.

QS Thaha ayat 132 ditutup dengan kalimat “Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.”
Masya Allah, ternyata amalan yang paling mencolok bagi orang yang bertakwa dan sekaligus membedakannya dari kebanyakan manusia adalah perhatian dan penjagaannya yang besar terhadap waktu waktu shalat.

Benarlah perkataan ahli hikmah :
ولست أرى السعادة في جمع مال ولكن التقى هو السعيد
“Dan tidaklah aku melihat kebahagiaan itu pada berlimpahnya harta, akan tetapi ketakwaan itulah sebenar-benarnya kebahagiaan”.

Semoga Keluarga Muhammad Gali dan keluarga kita semua diberikan banyak kebahagiaan dari Allah swt dengan kesabarannya dalam mendirikan shalat. Aamiin

Saudaraku..
Semoga sepenggal kisah ini dapat menjadi renungan dan penguatan untuk diri kita. Kita memohon kepada Allah SWT agar memberi taufiq (petunjuk) kepada kita untuk selalu menjaga sholat dan agar Allah SWT memperbaiki anak-anak dan keluarga kita, serta menjadikan kita dan mereka termasuk orang-orang bertakwa yang selalu menegakkan sholat.
Aamiin Yaa Robbal’alamin,

Wallahul Muwaffiq ila Aqwamit Thariq

Antarkan Kami dengan Doa

Oleh: Ratu Ana Karlina

Hari ini adalah hari yang bersejarah bagi kami, karena setelah akad nikah, kami akan memasuki kehidupan baru sebagai pasangan suami istri.

Walaupun kami sudah saling mengenal sebagai teman dan  pendekatan yang lebih serius selama beberapa waktu, tentunya masih banyak hal yang belum kami ketahui satu sama lainnya. Tetapi insyaAllah kami sudah merasa cukup bekal untuk memasuki gerbang pernikahan. Karenanya dengan rendah hati, kami memohon antarkan kami dengan doa berikut ini agar kami dimampukan dalam menjalani tahapan baru kehidupan ini.

بَارَكَ اللَّهُ لَكَ وَبَارَكَ عَلَيْكَ وَجَمَعَ بَيْنَكُمَا فِي خَيْرٍ

Artinya: “Semoga Allah Memberkahimu di waktu bahagia dan memberkahimu di waktu susah, dan semoga Allah menyatukan kalian berdua dalam kebaikan.”

(HR Abu Dawud)

Ustadz Salim A. Fillah dengan indah menguraikan makna doa tersebut, sebagai berikut:

Doa yang pertama berisi permohonan

semoga Allah limpahkan berkah berupa kebaikan yang terus menerus tumbuh dan menghasilkan buah kebaikan pula.

Semoga pengantin berdua semakin dekat dengan Allah yang Maha Pencipta, semakin besar rasa syukur dan ketaatannya kepada Allah di tengah kesenangan duniawi serta keberlimpahan yang melalaikan.

Doa yang kedua berisi permohonan semoga pengantin berdua semakin dekat dengan Allah yang Maha Memelihara, semakin besar rasa syukur serta ketaatannya kepada Allah di tengah kesempitan, kekurangan, dan kesusahan hidup di dunia yang membuat kita cenderung pada kemaksiatan dan kufur nikmat.

Doa yang ketiga berisi permohonan semoga pengantin berdua dihimpunkan dalam kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat. Kebaikan di dunia berupa kokohnya akidah dan memiliki akhlak yang mulia. Kebaikan di akhirat yaitu mendapatkan kebahagiaan yang kekal abadi di Surga-Nya.

Rangkaian doa ini sangat indah dan kesannya kuat. Memang kehidupan di dunia ini diwarnai dengan kisah suka dan duka, demikian pula kehidupan pernikahan.

Teringat akan perjalanan kehidupan kak Annisa, kakak mentorku di pengajian kampus, yang menikah dengan kak Farhan, sesama aktivis masjid. Menurutku mereka adalah pasangan yang ideal. Mereka sama-sama aktivis, religius, serta cantik dan tampan. Tapi saat dua belas tahun usia pernikahan mereka, tiba-tiba kak Farhan terkena tumor otak. Setelah operasi pengangkatan tumor di kepalanya, berangsur terjadi penurunan kemampuan kognitifnya. Cara berpikir dan bersikapnya semakin mundur, seperti kanak-kanak. Kesehatan tubuhnya pun agak menurun. Bagaikan petir di siang bolong, sungguh kak Annisa tidak pernah membayangkan sebelumnya, sang belahan jiwa tertimpa musibah. Ibarat tubuh yang tegap kehilangan satu kaki, tak mudah untuk berdiri tegak, dan mudah oleng saat tumpuannya tak kokoh.

Terasa teramat sangat berat kehidupan kak Annisa saat itu. Menghadapi kondisi kak Farhan yang bukan hanya secara finansial sudah tidak mampu lagi, tapi sebagai pribadi pun membutuhkan perhatian dan bantuan orang-orang di sekitarnya. Bagaimana cara memenuhi kebutuhan keluarga dengan dua anak usia SD dan SMP?

Subhanallah, Allah tak membiarkan kak Annisa sendirian menghadapi kondisi tersebut. Keluarga kak Annisa dan kak Farhan adalah tipikal keluarga yang guyub dan saling menyayangi. Mereka saling mensupport, baik perhatian maupun untuk memenuhi kebutuhan pendidikan anak-anak Annisa. Dengan izin Allah mereka pun dapat melalui masa-masa tersulit dalam kehidupan pernikahannya. Ridha akan takdirnya, tawakal dan sabar dalam menjalani hidup, tampaknya yang menjadikan kak Annisa mampu mendampingi suami dan anak-anaknya. Dan saat ini, walaupun kak Farhan semakin menurun kondisi fisiknya, tetapi kehidupan mereka tetap harmonis dan anak-anaknya tumbuh dengan baik.

Maa syaa Allaah

Laa hawla walaa quwwata illaa billaah

Perjalanan kehidupan kak Annisa menjadi pelajaran yang sangat berharga untukku. Sungguh di dunia ini segala hal mungkin saja terjadi. Kehidupan ini kadang bagaikan coller coaster, penuh ketegangan yang tiada henti. Berbagai rasa silih berganti menghampiri. Bukankah saat kemudahan dan suka cita didapat,  hidup jadi terasa sangat indah dan menyenangkan? Tetapi saat masalah menghantam bertubi-tubi, serasa sedang berada di tengah samudra yang luas di malam hari, di tengah amukan gelombang ombak yang menakutkan?

Kemudahan dan suka cita sering kali membuat kita menjadi terlena dan abai untuk bersyukur akan semua nikmat yang telah Allah limpahkan padanya.

Dan saat masalah menghampiri, bumi jadi terasa sempit dan beban berat menghimpit, seolah tak ada harapan yang mungkin tampak di depan mata, semuanya terlihat gelap dan pekat.

Sungguh kehidupan kita ketika sebelum menikah tidaklah sama dengan setelah terjadinya ijab kabul. Ada hak dan kewajiban yang melekat dalam diri masing-masing sebagai suami dan istri. Ada hieraki yang menjadi sarana kemuliaan berkeluarga. Ada harmoni yang merekatkan ikatan di dalamnya. Setiap kata yang terucap dan setiap ayunan langkah perlu dipertimbangkan demi kemaslahatan bersama. Perjuangan yang tiada henti demi menunaikan ketaatan pada-Nya.

Karenanya saat setelah ijab kabul, kami mohon..

Antarkan kami dengan doa. Agar saat pertama kalinya kami menggenggam erat pasangan halal kami, kami mendapat kekuatan tuk mengarungi bahtera kehidupan berkeluarga.

InsyaAllah doa ini menjadi penguat dalam menjalani kehidupan pernikahan kami, agar kami senantiara bersabar dan bersyukur dalam ketaatan pada-Nya, hingga kelak menggapai kebahagiaan yang hakiki saat dikumpulkan kembali di Surga Jannatul Firdaus.

Ramadhan, Bulan Tarbiyah Keluarga

Oleh: Anica Perdana

Saat berbicara tentang pendidikan, orang cenderung mengaitkannya dengan institusi pendidikan atau sekolah. Banyak orang tua yang mencari sekolah untuk anak-anaknya menginginkan sekolah dengan kurikulum terbaik, sarana dan prasarana yang baik, hingga rela membayar dengan nilai besar karena menganggap bahwa institusi pendidikanlah satu-satunya tempat anak-anak mendapatkan ilmu dan pendidikan.

Para orang tua mengganggap jika anaknya dididik di sekolah yang baik, maka selesailah urusan pendidikan anak. Kita mengganggap sekolah seperti binatu atau laundry kiloan yang marak akhir-akhir ini. Kita mengirimkan pakaian kotor ke laundry kemudian pakaian itu menjadi bersih. Kita menganggap anak kita yang masih belum baik perangainya, yang mungkin masih kurang faham tentang suatu ilmu, setelah mengenyam pendidikan di sekolah, ia menjadi baik, menjadi sosok yang cerdas, sholeh dan berperilaku baik. Apakah benar begitu? Tentu saja tidak.

Pendidikan bukan hanya tugas para guru di sekolah. Justru keluargalah tempat belajar pertama dan utama bagi anak, dan orang tua yang menjadi pendidik utamanya. Pendidikan bukan hanya sekadar duduk di instutusi pendidikan (baca: sekolah), membawa banyak buku, menyelesaikan ujian lalu mendapatkan ijazah.

Pendidikan sesungguhnya adalah kehidupan itu sendiri. Peran ayah dalam keluarga bukanlah hanya pencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Ayah dan ibu adalah teladan bagi anak-anaknya untuk menjalani kehidupannta kini dan di masa mendatang. Orang tua mempunyai peranan penting untuk menanamkan akidah, kasih sayang, rasa syukur, peduli, dan kearifan dalam kehidupan. Orang tua juga berperan menanamkan pembiasaan agar anak taat kepada Allah Sang Pencipta, hidup sehat dan mampu berkehidupan sosial di masyarakat. Keluarga adalah tempat dimana segala keluh kesah, kekhawatiran dan cerita seru dibahas.

Berbicara tentang pendidikan, tak tepas dari masalah sarana dan prasarana pendidikan. Sarana pendidikan secara umum hanya dimaknai sebagai alat yang dibutuhkan untuk belajar, seperti buku, pensil, papan tulis dan semua peralatan yang biasa ada di institusi pendidikan. Apakah begitu? Ternyata tidak. Makna itu sangatlah sempit.

Segala sesuatu yang ada di bumi ini bisa menjadi laboratorium alam dan segala sesuatu yang ada di alam dapat menjadi sumber belajar dan sarana pendidikan. Bukankah Allah SWT sudah menciptakan segala yang ada di dunia ini untuk kita belajar? Dan tugas kita adalah menggunakan pendengaran, penglihatan dan hati kita untuk mempelajari, mengarifi dan mensyukurinya, seperti yang Allah SWT firmankan dalam QS An-Nahl ayat 78.

وَاللّٰهُ اَخْرَجَكُمْ مِّنْۢ بُطُوْنِ اُمَّهٰتِكُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ شَيْـًٔاۙ وَّجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْاَبْصَارَ وَالْاَفْـِٕدَةَ ۙ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ

“Dan Allah SWT mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, agar kamu bersyukur”.

Segala yang terhampar di bumi dapat menjadi ruang dan sarana orang tua untuk mengajarkan tentang apapun sejak anak masih berusia dini di dalam keseharian anak. Pelukan ibu saat mendengar adzan dan rasa senang hati untuk sholat akan diingat anak, menjadi sebuah pengalaman berharga bagi anak. Ajakan ayah pergi ke masjid pada anak laki-laki pun akan sangat bermakna untuk mendekatkan anak dengan masjid. Segala aktivitas yang dilakukan di dalam keluarga dapat menjadi kegiatan orang tua mengajarkan banyak ilmu pada anak. Sesederhana kegiatan memasak, berbagai bahan yang akan digunakan untuk memasak dapat digunakan orang tua menjadi sarana pembelajaran bagi anak. Betapa bermanfaatnya minyak zaitun, betapa banyaknya vitamin di dalam pisang, bermanfaatnya madu dan semua itu adalah ciptaan Allah SWT.

Orang tua dapat berbincang bersama sambil memasak bersama anak. Membicarakan asal bahan makanan, menceritakan tentang Allah Maha Penyayang yang menciptakan berbagai tanaman dan hewan yang dapat kita makan, bagaimana Rasulullah SAW mengajarkan adab makan dan mungkin juga berbagai kisah tentang makanan dan minuman.

Kisah tentang perjuangan Fatimah Az Zahra yang sehari-harinya menggiling tepung hingga tangannya sakit dapat kita ceritakan pada anak-anak agar mereka dapat merasakan betapa bersyukurnya mereka bisa mendapatkan tepung dengan mudah, dan bagaimana kita harus menghargai makanan serta menghindari sikap mubadzir. Saat duduk-duduk bersama di teras sambil memandangi langit pun dapat menjadi sarana pembelajaran bagi anak. Membicarakan tentang rasi bintang dan bulan yang ada di langit, membahas bagaimana nelayan menemukan jalan pulang di masa lalu, bagaimana para petani mengetahui waktu yang tepat untuk menanam. Semua yang ada di dunia ini dapat kita amati dan dapat menunjukkan kalau Allah Maha Besar, seperti tertulis di dalam Q.S Al An’am ayat 97.

وَهُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ النُّجُومَ لِتَهْتَدُوا بِهَا فِي ظُلُمَاتِ الْبَرِّ وَالْبَحْرِ ۗ قَدْ فَصَّلْنَا الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ

Artinya: “Dan Dialah yang menjadikan bintang-bintang bagimu, agar kamu menjadikannya petunjuk dalam kegelapan di darat dan di laut. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan tanda-tanda kebesaran (Kami) kepada orang-orang yang mengetahui”.

Pada bulan Ramadhan ini, orangtua juga perlu menjadikannya sebagai bulan tarbiyah, mengajarkan dan mendidik tentang ketaatan pada Allah.

Ramadhan adalah bulan dimana pahala diberikan secara berlimpah ruah, banyak kebaikan yang akan dilipatgandakan nilainya yang dapat dilakukan orangtua bersama anak-anaknya. Mempersiapkan makanan untuk sahur, duduk bersama keluarga, berbincang tentang banyak hal, mengisi waktu dengan memperbanyak ibadah di bulan puasa, menyiapkan santapan berbuka, sholat tarawih berjamaah, tilawah dan kajian tentang agama, semuanya dapat menjadi rutinitas keluarga yang sarat akan pendidikan keimanan dan ketaatan pada Allah.

Anggota keluarga saling mengingatkan untuk menjaga lisan, menjaga diri untuk melakukan kebaikan, saling mengingatkan untuk bersabar dalam ketaatan adalah nilai yang sangat bernilai di dalam keluarga. Menyiapkan dan berbagi makanan tajil, menunaikan zakat dan bersilaturahim pada keluarga di hari Idhul Fitri, dapat mengajarkan anak tentang pentingnya peduli dan menyayangi keluarga, tetangga dan orang-orang di sekitar.

Apabila keluarga berkesempatan untuk beritikaf atau berkunjung ke sanak saudara di kampung, anak dapat dikenalkan dengan Allah yang Maha Baik, yang memberikan rukshoh pada musafir. Betapa agama itu mudah dan tidak mempersulit, betapa Allah memberikan keringanan pada hambanya dan tidak memberatkan. Anak juga dapat dikenalkan dengan rukshoh untuk musafir tidak berpuasa karena bepergian dan dapat menggantinya di hari lain, seperti tertulis dalam QS Al Baqarah ayat 184 :

سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنۡ اَيَّامٍ اُخَرَ‌ؕ وَعَلَى الَّذِيۡنَ يُطِيۡقُوۡنَهٗ فِدۡيَةٌ طَعَامُ مِسۡكِيۡنٍؕ فَمَنۡ تَطَوَّعَ خَيۡرًا فَهُوَ خَيۡرٌ لَّهٗ ؕ وَاَنۡ تَصُوۡمُوۡا خَيۡرٌ لَّـکُمۡ اِنۡ كُنۡتُمۡ تَعۡلَمُوۡنَ

“(Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Tetapi barang siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lebih baik baginya, dan puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui”.

Demikianlah sesungguhnya pendidikan itu, bermula dari tempat yang bernama keluarga, dengan orang tua sebagai gurunya, dan ayah sebagai kepala sekolah. Institusi pendidikan hanya membantu para orangtua dalam melangsungkan pendidikan, namun sejatinya pendidikan adalah kehidupan itu sendiri.

Semoga Allah SWT memudahkan kita, para orang tua dalam mendidik anak-anak kita menjadi pribadi yang sholeh, berakhlak mulia, serta memberi kebermanfaatan pada ummat.

KENALI BERBAGAI LOGICAL FALLACIES DI MEDSOS

Oleh Winny Novyanti

GIGA BERMEDSOS : MANFAAT DAN RESIKO

Oleh: Dede Nurul Qomariah, MP.d

JIHAD JEMPOL UNTUK SOCIETY 5.0

Oleh: Aliya Faizah Fithriyah, M.Si., M.Agr.

KEHARMONISAN SOSIAL DALAM STRUKTUR HIERARKIS

Oleh : Ratna Megawangi

KONSEP KUANTITATIF KESETARAAN GENDER

Oleh Rahmi Damayanti, S.Si.