Anak Ada yang Menjadi Musuh dan juga Menjadi Ujian

Oleh: Sukarno

Salah satu kebahagiaan yang dirasa paling sempurna ketika membina rumah tangga adalah memiliki anak disertai dengan ekonomi yang cukup, semua kebutuhan relatif terpenuhi, dan keinginan tercukupi. Dengan keberadaan semua itu, maka rumah tangga terasa lebih lengkap dan lebih indah. Hubungan suami istri pun akan lebih erat dan lebih harmonis. Salah satu tujuan utama dalam pernikahan itu sendiri adalah untuk memperoleh keturunan, agar bisa menjadi ikatan penguat antara suami istri dalam membangun rumah tangga yang sakinah mawaddah wa rahmah.

Selanjutnya suami dengan tugas utamanya mencari nafkah yang bisa mencukupi dan memenuhi kebutuhan keluarganya. Keberadaan anak dan ekonomi yang cukup akan menjadi kebanggaan tersendiri bagi setiap keluarga. Kehadirannya mampu menjadi warna terang dan penenang bagi kehidupan keluarganya, dan itu akan dirasakan oleh setiap orang yang sudah menikah.

Tapi yang menarik, Al-Qur’an menyebutkan bahwa keberadaan anak dan ekonomi (harta) merupakan fitnah. Allah SWT berfirman:
Surat Al-anfal (8) Ayat 28,
“Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar”.

Melalui ayat di atas, Allah mengingatkan kita bahwa sesungguhnya harta dan anak-anak adalah cobaan dari Allah, agar menjadi jelas siapa yang memiliki iman kuat dan yang lemah. Orang yang memiliki iman kuat tidak akan disibukkan oleh harta dan anaknya dari ketaatan Allah. Sedangkan orang yang imannya lemah, harta dan anaknya akan menyibukkannya dari ketaatan Allah.
Allah mendorong orang-orang beriman agar mentaati-Nya setelah Dia memperingatkan mereka dari ujian harta dan keturunan, dengan menyatakan bahwa di sisi-Nya terdapat pahala yang besar bagi orang yang lebih mementingkan ketaatan dan keridhaan-Nya daripada mengumpulkan harta dan kecintaan terhadap anak-anak.

Sedangkan tentang fitnah harta dan anak, dalam Q.S Al-Anfal, Sayyid Quthb menyebutkan korelasinya dengan tema amanah,
”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui”.

Kemudian diperkuat lagi dengan firman Allah berikutnya, yaitu pada Q.S Ali Imran (3) ayat 14. Pada ayat tersebut Allah berfirman,
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga) “.

Diriwayatkan pula oleh Imam Ahmad dari Buraidah, ia berkata, “Suatu ketika Rasulullah SAW berkhutbah, tiba-tiba datang al-Hasan dan al-Husain (yang masih kecil) mengenakan pakaian berwarna merah, keduanya berjalan-jalan yang kadang-kadang terjatuh, maka beliau turun dari mimbar dan mengangkat mereka berdua lalu bersabda: ‘Maha benar Allah dan Rasul-Nya, (Allah SWT berfirman), “Sesungguhnya harta dan anak-anak kalian adalah cobaan”. Saya memandangi kedua anak ini berjalan dan terjatuh, maka saya tidak sabar hingga saya memotong pembicaraan dan mengangkat mereka (karena rasa sayang beliau).”

Diperkuat lagi dengan Q.S Al-Munafiqun (63) ayat 9,
“Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi”.

Inilah yang dimaksud dengan ujian yang Allah SWT, bahwa harta dan anak dapat menyibukkan atau memalingkan dan menjadi penghalang seseorang dari mengingat dan mengerjakan amal taat kepada Allah. Seperti yang digambarkan oleh Allah tentang orang-orang munafik sehingga Dia menghindarkan orang-orang beriman dari kecenderungan seperti itu.

Aisyah ra mengemukakan dalam hadistnya, ketika Rasulullah SAW memeluk seorang bayi, beliau bersabda,
”Sungguh mereka (anak-anak) dapat menjadikan seseorang kikir dan pengecut , dan mereka juga adalah termasuk dari haruman (bau-bauan yang harum) Allah SWT”.

Penguatan lainnya terdapat dalam Q.S At-taubah (91) ayat 85,
“Dan janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki akan mengazab mereka di dunia dengan harta dan anak-anak itu dan agar melayang nyawa mereka, dalam keadaan kafir “.

Dalam tafsir As-Sa’di (Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di), beliau mengatakan bahwa janganlah kamu silau dengan harta dan anak-anak yang Allah berikan kepada mereka di dunia, karena hal itu bukan karena mereka mulia di sisi-Nya, akan tetapi hal itu justru penghinaan dari-Nya untuk mereka.
“Sesungguhnya Allah menghendaki akan mengazab mereka di dunia dengan harta dan anak-anak itu.”
Mereka lelah dalam mendapatkannya, takut kehilangan dan tidak tenang karenanya. Bahkan mereka senantiasa mendapatkan kesulitan dan kesengsaraan karenanya, ia melalaikan mereka dari Allah dan alam akhirat sampai mereka berpindah dari dunia. “Dan agar melayang nyawa mereka dalam keadaan kafir.”

Kecintaan terhadap segala sesuatu telah membinasakan mereka, dan mereka pun mati sementara hati mereka terkait padanya dengan penuh nafsu.

Selanjutnya disebutkan lagi dalam Q.S Ath-Thagabun (64) ayat 14 -15.
“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu. Maka, berhati-hatilah kamu terhadap mereka. Jika kamu memaafkan, menyantuni dan mengampuni (mereka), sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS Ath-Thaghabun, 64: 14)

Allah menjelaskan bahwa ada diantara istri-istri dan anak-anak yang menjadi musuh bagi suami dan orang tuanya yang mencegah mereka berbuat baik dan mendekatkan diri kepada Allah, menghalangi mereka beramal saleh yang berguna bagi akhirat mereka. Bahkan adakalanya menjerumuskan mereka kepada perbuatan maksiat, perbuatan haram yang dilarang oleh agama. Karena rasa cinta dan sayang kepada istri dan anaknya, agar keduanya hidup mewah dan senang, seorang suami atau ayah tidak segan berbuat yang dilarang agama, seperti korupsi dan lainnya.

Oleh karena itu, ia harus berhati-hati, dan sabar menghadapi anak istrinya. Mereka perlu dibimbing, tidak terlalu ditekan, sebaiknya dimaafkan dan tidak dimarahi, tetapi diampuni.

Allah itu Maha Pengampun, lagi Maha Penyayang, sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya,
“Tetapi jika kamu bersabar, itu lebih baik bagimu. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang” (Q.S An-Nisa’ 4: 25).

“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu). Di sisi Allah-lah (ada) pahala yang besar”. (QS Ath-Thaghabun, 64: 15)

Allah mengingatkan bahwa cinta terhadap harta dan anak adalah cobaan. Jika tidak berhati-hati, akan mendatangkan bencana. Tidak sedikit orang, karena cintanya yang berlebihan kepada harta dan anaknya, berani melakukan perbuatan yang melanggar ketentuan agama.

Dalam ayat ini, harta didahulukan dari anak karena ujian dan bencana harta itu lebih besar, sebagaimana firman Allah, “Sekali-kali tidak! Sungguh, manusia itu benar-benar melampaui batas, apabila melihat dirinya serba cukup” (Q.S 96, Al-‘Alaq: 6-7).

Dijelaskan pula dalam sabda Nabi SAW, ”Sesungguhnya bagi tiap-tiap umat ada cobaan dan sesungguhnya cobaan umatku (yang berat) ialah harta.”(Riwayat Ahmad, at-Tirmidhi, ath-thabrani, dan al-hakim, dari Ka’ab bin ‘Iyadh).

Kalau manusia dapat menahan diri, tidak akan berlebihan cintanya kepada harta dan anaknya, jika cintanya kepada Allah lebih besar daripada cintanya kepada yang lain, maka ia akan mendapat pahala yang besar dan berlipat ganda.

Kesimpulan yang dapat ditarik dari firman-firman Allah SWT diatas, bahwa ada enam ayat yang menjelaskan tentang ujian harta dan anak. Hal ini menunjukkan bahwa, pertama harta dan anak merupakan cobaan bagi kita, kedua kecintaan dan keindahan, ketiga dapat menjadi hal yang melalaikan, keempat hal yang menarik hati, kelima ada yang menjadi musuh kemudian disuruh berhati-hati, keenam cobaan dan disisi Allah SWT lebih baik dan dapat pahala yang besar.