Ramadhan, Bulan Tarbiyah Keluarga

Oleh: Anica Perdana

Saat berbicara tentang pendidikan, orang cenderung mengaitkannya dengan institusi pendidikan atau sekolah. Banyak orang tua yang mencari sekolah untuk anak-anaknya menginginkan sekolah dengan kurikulum terbaik, sarana dan prasarana yang baik, hingga rela membayar dengan nilai besar karena menganggap bahwa institusi pendidikanlah satu-satunya tempat anak-anak mendapatkan ilmu dan pendidikan.

Para orang tua mengganggap jika anaknya dididik di sekolah yang baik, maka selesailah urusan pendidikan anak. Kita mengganggap sekolah seperti binatu atau laundry kiloan yang marak akhir-akhir ini. Kita mengirimkan pakaian kotor ke laundry kemudian pakaian itu menjadi bersih. Kita menganggap anak kita yang masih belum baik perangainya, yang mungkin masih kurang faham tentang suatu ilmu, setelah mengenyam pendidikan di sekolah, ia menjadi baik, menjadi sosok yang cerdas, sholeh dan berperilaku baik. Apakah benar begitu? Tentu saja tidak.

Pendidikan bukan hanya tugas para guru di sekolah. Justru keluargalah tempat belajar pertama dan utama bagi anak, dan orang tua yang menjadi pendidik utamanya. Pendidikan bukan hanya sekadar duduk di instutusi pendidikan (baca: sekolah), membawa banyak buku, menyelesaikan ujian lalu mendapatkan ijazah.

Pendidikan sesungguhnya adalah kehidupan itu sendiri. Peran ayah dalam keluarga bukanlah hanya pencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Ayah dan ibu adalah teladan bagi anak-anaknya untuk menjalani kehidupannta kini dan di masa mendatang. Orang tua mempunyai peranan penting untuk menanamkan akidah, kasih sayang, rasa syukur, peduli, dan kearifan dalam kehidupan. Orang tua juga berperan menanamkan pembiasaan agar anak taat kepada Allah Sang Pencipta, hidup sehat dan mampu berkehidupan sosial di masyarakat. Keluarga adalah tempat dimana segala keluh kesah, kekhawatiran dan cerita seru dibahas.

Berbicara tentang pendidikan, tak tepas dari masalah sarana dan prasarana pendidikan. Sarana pendidikan secara umum hanya dimaknai sebagai alat yang dibutuhkan untuk belajar, seperti buku, pensil, papan tulis dan semua peralatan yang biasa ada di institusi pendidikan. Apakah begitu? Ternyata tidak. Makna itu sangatlah sempit.

Segala sesuatu yang ada di bumi ini bisa menjadi laboratorium alam dan segala sesuatu yang ada di alam dapat menjadi sumber belajar dan sarana pendidikan. Bukankah Allah SWT sudah menciptakan segala yang ada di dunia ini untuk kita belajar? Dan tugas kita adalah menggunakan pendengaran, penglihatan dan hati kita untuk mempelajari, mengarifi dan mensyukurinya, seperti yang Allah SWT firmankan dalam QS An-Nahl ayat 78.

وَاللّٰهُ اَخْرَجَكُمْ مِّنْۢ بُطُوْنِ اُمَّهٰتِكُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ شَيْـًٔاۙ وَّجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْاَبْصَارَ وَالْاَفْـِٕدَةَ ۙ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ

“Dan Allah SWT mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, agar kamu bersyukur”.

Segala yang terhampar di bumi dapat menjadi ruang dan sarana orang tua untuk mengajarkan tentang apapun sejak anak masih berusia dini di dalam keseharian anak. Pelukan ibu saat mendengar adzan dan rasa senang hati untuk sholat akan diingat anak, menjadi sebuah pengalaman berharga bagi anak. Ajakan ayah pergi ke masjid pada anak laki-laki pun akan sangat bermakna untuk mendekatkan anak dengan masjid. Segala aktivitas yang dilakukan di dalam keluarga dapat menjadi kegiatan orang tua mengajarkan banyak ilmu pada anak. Sesederhana kegiatan memasak, berbagai bahan yang akan digunakan untuk memasak dapat digunakan orang tua menjadi sarana pembelajaran bagi anak. Betapa bermanfaatnya minyak zaitun, betapa banyaknya vitamin di dalam pisang, bermanfaatnya madu dan semua itu adalah ciptaan Allah SWT.

Orang tua dapat berbincang bersama sambil memasak bersama anak. Membicarakan asal bahan makanan, menceritakan tentang Allah Maha Penyayang yang menciptakan berbagai tanaman dan hewan yang dapat kita makan, bagaimana Rasulullah SAW mengajarkan adab makan dan mungkin juga berbagai kisah tentang makanan dan minuman.

Kisah tentang perjuangan Fatimah Az Zahra yang sehari-harinya menggiling tepung hingga tangannya sakit dapat kita ceritakan pada anak-anak agar mereka dapat merasakan betapa bersyukurnya mereka bisa mendapatkan tepung dengan mudah, dan bagaimana kita harus menghargai makanan serta menghindari sikap mubadzir. Saat duduk-duduk bersama di teras sambil memandangi langit pun dapat menjadi sarana pembelajaran bagi anak. Membicarakan tentang rasi bintang dan bulan yang ada di langit, membahas bagaimana nelayan menemukan jalan pulang di masa lalu, bagaimana para petani mengetahui waktu yang tepat untuk menanam. Semua yang ada di dunia ini dapat kita amati dan dapat menunjukkan kalau Allah Maha Besar, seperti tertulis di dalam Q.S Al An’am ayat 97.

وَهُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ النُّجُومَ لِتَهْتَدُوا بِهَا فِي ظُلُمَاتِ الْبَرِّ وَالْبَحْرِ ۗ قَدْ فَصَّلْنَا الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ

Artinya: “Dan Dialah yang menjadikan bintang-bintang bagimu, agar kamu menjadikannya petunjuk dalam kegelapan di darat dan di laut. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan tanda-tanda kebesaran (Kami) kepada orang-orang yang mengetahui”.

Pada bulan Ramadhan ini, orangtua juga perlu menjadikannya sebagai bulan tarbiyah, mengajarkan dan mendidik tentang ketaatan pada Allah.

Ramadhan adalah bulan dimana pahala diberikan secara berlimpah ruah, banyak kebaikan yang akan dilipatgandakan nilainya yang dapat dilakukan orangtua bersama anak-anaknya. Mempersiapkan makanan untuk sahur, duduk bersama keluarga, berbincang tentang banyak hal, mengisi waktu dengan memperbanyak ibadah di bulan puasa, menyiapkan santapan berbuka, sholat tarawih berjamaah, tilawah dan kajian tentang agama, semuanya dapat menjadi rutinitas keluarga yang sarat akan pendidikan keimanan dan ketaatan pada Allah.

Anggota keluarga saling mengingatkan untuk menjaga lisan, menjaga diri untuk melakukan kebaikan, saling mengingatkan untuk bersabar dalam ketaatan adalah nilai yang sangat bernilai di dalam keluarga. Menyiapkan dan berbagi makanan tajil, menunaikan zakat dan bersilaturahim pada keluarga di hari Idhul Fitri, dapat mengajarkan anak tentang pentingnya peduli dan menyayangi keluarga, tetangga dan orang-orang di sekitar.

Apabila keluarga berkesempatan untuk beritikaf atau berkunjung ke sanak saudara di kampung, anak dapat dikenalkan dengan Allah yang Maha Baik, yang memberikan rukshoh pada musafir. Betapa agama itu mudah dan tidak mempersulit, betapa Allah memberikan keringanan pada hambanya dan tidak memberatkan. Anak juga dapat dikenalkan dengan rukshoh untuk musafir tidak berpuasa karena bepergian dan dapat menggantinya di hari lain, seperti tertulis dalam QS Al Baqarah ayat 184 :

سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنۡ اَيَّامٍ اُخَرَ‌ؕ وَعَلَى الَّذِيۡنَ يُطِيۡقُوۡنَهٗ فِدۡيَةٌ طَعَامُ مِسۡكِيۡنٍؕ فَمَنۡ تَطَوَّعَ خَيۡرًا فَهُوَ خَيۡرٌ لَّهٗ ؕ وَاَنۡ تَصُوۡمُوۡا خَيۡرٌ لَّـکُمۡ اِنۡ كُنۡتُمۡ تَعۡلَمُوۡنَ

“(Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Tetapi barang siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lebih baik baginya, dan puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui”.

Demikianlah sesungguhnya pendidikan itu, bermula dari tempat yang bernama keluarga, dengan orang tua sebagai gurunya, dan ayah sebagai kepala sekolah. Institusi pendidikan hanya membantu para orangtua dalam melangsungkan pendidikan, namun sejatinya pendidikan adalah kehidupan itu sendiri.

Semoga Allah SWT memudahkan kita, para orang tua dalam mendidik anak-anak kita menjadi pribadi yang sholeh, berakhlak mulia, serta memberi kebermanfaatan pada ummat.