Kenalkan Pendidikan Seksualitas Bagi Anak: MATERI PRAKTIS SEJAK USIA DINI DI KELUARGA

Seri Perlindungan Keluarga dari OPSM & Kejahatan Seksual

PORNOGRAFI : ANCAMAN DAN SOLUSI PRAKTIS BAGI KELUARGA

Oleh: Nani Purnasih

PANDANGAN ISLAM MENGENAI PENDIDIKAN SEKSUALITAS

Oleh : Diden Rosenda

CSE : ANCAMAN DAN UPAYA PENCEGAHAN

Oleh: Nunik Kurniawati (ErTeka GiGa NTB)

PENDIDIKAN SEKSUALITAS MENEMUKAN TITIK KRITIS PENDIDIKAN YANG TEPAT

Inspirasi pagi #ErTeKaGIGA

Selayang Pandang Relawan Titian Kebaikan Giga Indonesia

ErTeKa (Relawan Titian Kebaikan) adalah Gugus tugas Penggiat Keluarga (GiGa) Indonesia, yang fokus programnya untuk melindungi keluarga dari permasalahan penyimpangan sosial dan seksual. eRTeKa GiGa bertujuan untuk membangun jejaring relawan dalam memberikan layanan edukasi (preventif) dan konsultasi (kuratif) kepada individu-individu yang memiliki masalah terkait permasalahan keluarga, sosial dan penyimpangan seksual. ErTeKa terdiri dari Relawan Umum (Mahasiswa, dosen, guru, praktisi, konselor, dan lainnya) dan Relawan Ahli (Psikolog atau yang setara dengannya seperti dokter, terapis, perawat). ErTeKa akan dilatih secara bertahap untuk memiliki kompetensi memberikan edukasi (Preventif), dan melakukan pendampingan konsultasi.

Inspirasi Pagi seri eRTeKa mengangkat Tema : Perlindungan Keluarga, berlangsung selama 8 sesi mulai tanggal 13 Mei sampai dengan 1 Juli 2023. IP seri eRTeKa untuk Perlindungan Keluarga ini mengurai mulai dari fenomena Gerakan kebebasan dan penyimpangan seksual yang semakin besar arusnya, penting untuk dikenali seluruh Masyarakat Indonesia, sehingga menumbuhkan kesadaran semua pihak untuk melakukan Upaya pencegahan dan penanganan yang tepat. Pemahaman pentingnya Pendidikan seksualitas berbasis fitrah sejak dini, yang sesuai dengan pandangan agama yang dianut, serta mengenali bahaya dan ancaman Gerakan CSE (Comprehensif Sexuality Education) yang liberal, tidak sesuai nilai nilai dan budaya bangsa Indonesia, bahaya pornografi, pun perlu diantisipasi oleh semua pihak, sehingga tidak sampai salah dalam mengambil sikap dan kebijakan dalam menghadapi berbagai isu kekerasan dan kebebasan seksual. Berikut adalah rangkaian tema yang akan disampaikan oleh narasumber adalah sebagai berikut :

  1. Gerakan kebebasan dan Penyimpangan Seksual: Fenomena yang Tidak Terbantah Terjadi, disampaikan oleh Andrea, ST., MAP (eRTeKa GiGa Bogor)
  2. Pendidikan Seksualitas: Menemukan Titik Kritis Pendidikan yang Tepat, disampaikan oleh Dr. Siska Lis S., M.Ag,  M.E.Sy (eRTeKa GiGa Bandung)
  3. Kenali Bahaya dan Ancaman Gerakan CSE: Perlunya Upaya Kritis Pencegahan Meluasnya di Indonesia, disampaikan oleh Nunik Kurniawati, S.Pd (eRTeKa GiGa NTB)
  4. Pandangan Islam mengenai Pendidikan Seksualitas: Suatu Pro dan Kontra, disampaikan oleh Dr. Diden Rosenda, M. Ag (eRTeKa GiGa Bandung)
  5. Pornografi: Ancaman dan Solusi Praktis bagi Keluarga, disampaikan oleh Nani Purnasih, ST (eRTeKa GiGa Banten)
  6. Kenalkan Pendidikan Seksualitas bagi Anak: Materi Praktis Sejak Usia Dini di Keluarga, disampaikan oleh Tedi Kartino, S.P. (eRTeKa GiGa Yogyakarta)
  7. Menyikapi Fenomena Pacaran dan Kebebasan Seksual di Indonesia: Sebuah Refleksi dan Solusi, disampaikan oleh Pihasniwati, M.A, Psikolog (eRTeKa GiGa Yogyakarta)
  8. Hasrat Seksual dan Kekerasan Seksual: Kajian dalam Perspektif Psikologi, disampaikan oleh Intan Islamia, M.Sc (eRTeKa GiGa Lampung)

Sinergitas Sekolah dan Rumah dalam Membentuk Karakter Anak

Oleh: Dian Anggraeni Tri Astuti, M.Si.

Mendidik Anak Biologis menjadi anak Ideologis

Oleh: Lusiana Rachmawati, S.Pd.

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, ideologi dapat diartikan sebagai Ideologi merupakan kumpulan konsep bersistem yang dapat dijadikan asas pendapat (kejadian) yang memberikan arah dan tujuan kalangsungan hidup.

Baginda Rasulullahi SAW bersabda :

“ Setiap anak dilahirkan dalam keadaan Fitrah, orangtuanyalah yang menjadikannya Nasrani, Yahudi atau Majusi.” (HR.Muslim)


Kilas Balik Sejarah

  1. Nabi Adam AS
    Qabil membunuh saudaranya yaitu Habil dengan emosi yang penuh hasad dan dengki membuatnya berani menentang Ayahnya dan Allah SWT
  2. Kan’an Putra nabi Nuh
    Nabi Nuh protes kepada Allah SWT kenapa anaknya tidak dianggap oleh Allah SWT, Allah SWT menjawab “Innama ghoiru Sholih” ia telah berbuat yang tidak semestinya
  3. Nabi Muhammad SAW
    Tidak mampu mengislamkan pamannya Abi Thalib

Allah SWT mengatakan “Sesungguhnya engkau tidak akan sanggup memberikan hidayah kepada orang yang engkau cintai sekalipun, tetapi Allah SWT akan mengaruniakan hidayah kepada siapun yang dia kehendaki”

Dalam realitanya, ada empat golongan orang tua dalam upaya mewariskan dakwah kepada generasi selanjutnya :

Pertama, Orang tua yang berhasil mendidik anak nasabnya (anak biologisnya) menjadi anak ideologi Islam. Mereka juga berhasil banyak mencetak anak-anak bukan nasabnya menjadi anak ideologi Islam.

Kedua, orang tua yang gagal mendidik anak nasabnya menjadi anak ideologi Islam, seperti kisah anak Nabi Nuh as. Namun mereka berhasil banyak mencetak anak bukan nasabnya menjadi anak-anak ideologi Islam.

Ketiga, orang tua yang berhasil mendidik anak nasabnya menjadi anak ideologi Islam. Namun mereka tidak turut serta (tidak berdakwah) untuk mencetak anak bukan nasabnya menjadi anak-anak ideologi Islam.

Keempat, orang tua yang gagal mendidik anak nasabnya menjadi anak ideologi Islam. Dan mereka juga tidak ikut serta mencetak anak bukan nasabnya menjadi anak-anak ideologi Islam.

Dari klasifikasi sederhana tersebut, tentu golongan pertama adalah golongan yang paling sukses. Mereka akan meninggalkan dunia ini dengan senyum kepuasaan dan kebanggaan sebagai seorang muslim, yang telah berhasil melakukan tauritsul amal (mewariskan amal Islam) kepada banyak anak-anak muda, baik anaknya sendiri maupun anak orang lain.

Golongan kedua adalah golongan yang telah berusaha untuk mendidik anak nasabnya tapi karena kurang tepat atau kurang ilmu dalam pola asuh, maka anaknya tidak mengikuti jalan orang tuanya. Walaupun kurang sukses dalam mendidik anaknya sendiri, namun mereka masih memiliki kebanggaan karena turut serta dalam barisan dakwah yang berhasil banyak mencetak anak-anak bukan nasabnya menjadi anak ideologis.

Golongan ketiga adalah golongan orang tua yang cukup sukses dan patut menjadi teladan dalam pendidikan anak nasabnya. Namun mereka perlu instrospeksi diri mengapa tidak turut berdakwah kepada anak-anak bukan nasabnya, yang semestinya bisa mereka didik dengan mencontoh keberhasilan mereka dalam mendidik anak nasabnya. Kelalaian dalam berdakwah akan dimintai pertanggungjawabnnya kelak di yaumil hisab.

Golongan keempat adalah golongan orang tua yang tidak paham untuk apa mereka hidup dan menghidupkan. Inilah golongan orang tua yang gagal dan jahil, yang hanya bisa bangga dengan keberhasilan materi, gengsi dan gelar-gelar semu untuk dirinya dan anaknya. Mereka tidak peduli dengan masa depan peradaban manusia dan Islam.

Pertanyaannya adalah, termasuk orang tua yang manakah Anda?

Ketahuilah, masing-masing kita akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT terhadap tugas ini. Semoga kita terus berusaha menjadi orang tua golongan pertama sampai akhir usia kita, karena mereka inilah sebaik-baiknya golongan orang tua (sukses).

Nilai Anak

“Dan hendaklah TAKUT (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar.” (Qs. 4 ayat 9).

Salah satu kewajiban setiap muslim adalah mewariskan nilai-nilai Islam dan dakwah kepada anak anaknya atau kepada generasi muda selanjutnya. Amanah dari Tuhan, sehingga harus dijaga sebaik baiknya, dan menyiapkan mental untuk suatu saat diambil Yang Maha Kuasa sebagai Investasi akhirat Mau dijadikan apa anak oleh orangtuanya sebetulnya tergantung dari Nilai Anak itu sendiri.
Nilai anak dalam hal ini diartikan sebagai pandangan atau persepsi orangtua mengenai keberadaan anak yang akan menentukan gaya dan cara orangtua merawat, membesarkan, mengasuh dan mendidik anak.

Berdasarkan beberapa teori terdapat beberapa dimensi nilai anak

  • Dimensi Ekonomi meliputi pendangan orangtua mengenai biaya membesarkan anak,biaya memenuhi kebutuhan materi anak sejak dalan kandungan sampai mandiri.
  • Dimensi Psikologis, menekankan prinsip orangtua yang berpandangan bahwa anak mendatangkan kesenangan, kegembiraan, rasa bangga, kepuasan, dan kebahagiaan.
  • Dimensi Religius, dimensi anak ini ditandai oleh pandangan orangtua bahwa anak merupakan Amanah Allah SWT, sehingga harus dijaga sebaik-baiknya dan menyiapkan mental untuk suatu saat diambil Kembali oleh Allah SWT. Anak adalah investasi akhirat yang menjadi penentu apakah orangtua masuk surga ataukah neraka.
  • Dimensi Sosial, dimensi ini menekankan pandangan orangtua mengenai kedudukan social anak. Anak dipandang sebagai presitse bagi orangtuam sebagai penerus nama dan garis keturunan keluarga.

Dasar-dasar pembentukan ideologis anak

Sucikan jiwanya, sebelum orang tua mendidiknya. Pahamkan adab di dalam jiwanya, baru kemudian ajarkanlah ia tentang ilmu.

Allah berfirman :

” Apakah kamu menjadi saksi saat maut akan menjemput Yakub, ketika dia berkata kepada anak-anaknya, “Apa yang kamu sembah SEPENINGGALKU?” Mereka menjawab, “Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu yaitu Ibrahim, Ismail dan Ishak, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami (hanya) berserah diri kepada-Nya” (Qs. 2 ayat 133)

Dasar-dasar Pendidikan Anak Dalam Islam

  • Pendidikan keimanan (Ruhiyah)
  • Pendidikan Khuluqiyah (Moral)
  • Pendidikan Aqliyah (Intelektual)
  • Pendidikan Nafsiah (Psikologis)
  • Pendidikan Ijtima’iah (Sosial)
  • Pendidikan Jismiah (Jasmani)
  • Pendidikan Jinsiah (Seksual)

Pendidikan yang Baik bagi Anak

“Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (Qs. 66 ayat 6).

  • Hak untuk ditarbiyah secara baik
  • Prioritas tarbiyah mengajarkan prinsip iman, ibadah, akhlak dan muamalah.
  • Orang tua harus menjadi teladan konkret yg baik(قدوة عملية صالحة).
  • Orang tua dan mas’ulin harus memperhatikan tahapan.
  • Wajib hukumnya melindungi anak, khususnya pada usia beranjak dewasa (المراهقة).
  • Hadirlah menjadi orangtua sosok ideologis yang hidupnya selalu bergantung kepada Allah SWT

Keteladanan, karena :

  • Keteladanan menimbulkan kepercayaan
  • Meningkatkan ketaatan menguatkan kecintaan